Monday, August 19, 2019

Kalangan Buruh Rentan Terpapar Paham Radikalisme


Ken Setiawan: Kalangan Buruh Rentan Terpapar Paham Radikalisme

Selain menyasar palajar dan mahasiswa, radikalisme juga rentan menyasar kalangan buruh, terutama pekerja yang datang dari daerah dan menjadi pendatang di ibu kota. Mereka juga sangat rentan direkrut kelompok radikal.

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan mengatakan, kelompok radikal paling sering merekrut anggota dari kalangan muda, para pelajar, mahasiswa dan kalangan buruh.

“Representasi paling banyak itu selain kalangan pelajar dan mahasiswa adalah kalangan buruh,” kata Ken saat ditemui usai diskusi di ajang Kongres Pancasila di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Sleman, Jogjakarta.

Ken menjelaskan, banyak orang daerah datang ke ibu kota untuk mencari kerja. Ketika di Jakarta, mereka bertemu dengan orang-orang dari daerah asalnya. “Di Jakarta belum kerja, misalnya. Kemudian diberitahu di Jakarta itu mahal semua, dari harga kos-kosan, makan. Kemudian ditawari tinggal bersama,” ujarnya. Karena solidaritas antar perantau, sama sama berasal dari daerah yg sama, seolah senasib dan seperjuangan jadi tidak ada rasa curiga.

Karena merasa senasib dan sepenanggungan, atas dasar solidaritas, mereka mau saja saat direkrut ke kelompok radikal. Modus seperti ini telah terdeteksi dan dialami oleh sejumlah buruh di sekitar Jakarta seperti Bekasi, Cikarang, karawang tangerang dll.

“Di daerah Cikarang waktu itu salah satu perusahaan hampir seperempat karyawan yang berjumlah ribuan itu sudah teridentifikasi dan ini belum disentuh oleh pemerintah,” katanya.

Belum tersentuhnya permasalahan radikalisme di kalangan buruh karena tidak ada yang monitor, kalau pelajar dan mahasiswa misalnya biasa pulang sore tiba tiba sering pulang larut malam akan ketahuan, termasuk biasa pembayaran tepat tiba tiba selalu telat, bahkan ada yang justru tidak dibayarkan. Nah untuk kalangan buruh siapa yang pantau, mau nggak pulang sehari, seminggu atau sebulan juga kadang ndak ada yang peduli, paling yang punya kost atau kontrakan karena harus bayar perpanjang kontrakan.

Menurut Ken, mereka terpapar radikalisme karena terus diberi ajaran untuk membenci Pancasila dan negara Indonesia. “Jadi kalau mereka tidak mendapat pencerahan, berbahaya. Banyak anak hilang, merantau hilang, karena terpapar paham radikalisme,” ucapnya.

Untuk itu, Ken menyatakan mereka yang terpapar radikalisme perlu mendapat materi-materi kebangsaan. Selain itu, mereka harus diajak bergabung ke komunitas untuk menarik minat mereka.

“Melalui komunitas kearifan lokal, antar-daerah, motor, mobil, seni, olahraga dll. Kalau kita ajak ngaji atau seminar biasanya kurang direspon. Tapi efektif ketika suatu komunitas berkumpul/ kopdar menjadi mudah dan nyaman dalam menyampaikan pesan pesan kebangsaan,” ucapnya.

Ken berharap pemerintah hadir melalui kementrian dan lembaga untuk bekerja sama dengan pihak perusahaan, baik bumn maupun swasta untuk memberikan pencegahan bahaya radikalisme di kalangan karyawan/ buruh agar ketika mereka di dekati atau di rekrut untuk bergabung dalam kelompok radikal sudah bisa mengidentifikasi dan menolak ajakan bergabung.

Konsepnya sama seperti narkoba, bahkan tingkat sakaunya lebih parah dari narkoba, jangan pernah coba coba, kalau berani coba dan tidak punya argumentasi dalil yang kuat maka bisa jadi akan terpapar paham radikalisme, waspada tapi jangan sampai pobia terhadap agama.

Diakui Ken, banyak laporan korban radikal dari kalangan buruh yang datang dari daerah sampai laporan kehilangan keluarga yang awalnya merantau tapi tak kunjung pulang. Sekali pulang berubah drastis, mulai mengkafirkan orang lain, tidak mau bergaul dan merasa dirinya paling benar.

Ken lewat NII Crisis Center membuka hotline pengaduan masyarakat di nomer whatsapp 08985151228

Ken berharap dengan sosialisasi meluas minimal akan mempersempit gerakan radikal, tutup Ken.

Sumber http://kamtibmasnkri.com/2019/08/18/buruhrawanradikalisme/

Boleh di share/ bagikan.

No comments:

Post a Comment