Latest News

Tuesday, February 11, 2020

Mewaspadai Badai Kombatan ISIS ke Indonesia


Di tengah hingar bingar kepanikan publik di Tanah Air terkait dengan merebaknya berita di Media Sosial dan Media Mainstream mengenai Virus Corona yang konon amat mematikan itu, muncul pula berita baru yang tak kalah menghebokan publik di negeri ini yaitu, mengenai

Pasalnya, apa saja kabar berita terkait dengan Teoris ISIS, dalam skala dan kadar apapun, bagi publik di negeri ini seolah seperti sedang mengalami mimpi buruk di siang bolong.

Hal ini disebabkan karena sudah menjadi semacam common sense bahwa Teroris ISIS merupakan wabah penyakit sosial politik dan kemanusiaan yang amat mengerikan dan sangat mematikan dalam hidup dan kemanusiaan

Bahkan gerakan perjuangan kelompok Teroris ISIS ini cenderung membinasakan seluruh aspek kehidupan dan kemanusiaan, dengan topeng dan argumentasi kejahatannya yang dilakukannya dengan meneriakkan Takbir !!, suatu seruan perjuangan atas nama Kebesaran dan Kemuliaan Tuhan.

Sudah menjadi rahasia umum bagi publik di seantero jaga raya ini bahwa, ISIS merupakan komplotan teroris yang amat mengerikan bagi masyarakat di seluruh dunia, dengan gerakan kejahatan moral dan kemanusiaan atas nama agama serta demi Kebesaran Nama Tuhan yang Maha Baik.

Dikatakan demikian, karena hampir semua identitas dan momen klatur tindakan kejahatan moral dan kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok teroris transnasional ini, melabeli dirinya dengan semua identitas dari agama tertentu.

Padahal, semua orang di bawah kolong langit ini, sudah tahu dan paham benar bahwa, tidak ada satupun agama di dunia ini, apalagi agama samawi, mengajarkan tentang tindakan kekerasan serta kejahatan moral demi merusak kemanusiaan dan melenyapkan kehidupan atas nama Tuhan.

Akan tetapi, amat disayangkan pula bahwa, sebagian umat beragama di negeri ini tergoda oleh bujuk rayu para teroris dimaksud untuk mengikuti garis perjuangan politik dari para teoritis yang amat bengis dan tak manusiawi itu.

Bujuk rayu itu diimingi dengan janji manis bersama para pendayang surga, yaitu 70 bidadari, nan cantik jelita, bilamana nyawa mereka ikut terenggut sebagai akibat dari bom bunuh diri yang dilakukannya, dengan mengorbankan pula banyak nyawa manusia lainnya.

Bahkan, yang amat mengenaskan adalah bahwa, dengan indoktrinasi melalui mekanisme brain wash atau gerakan cuci otak yang dilakukan oleh para Teroris ISIS, maka para teroris yang tergabung dalam komplotan ISIS ini dapat menghabisi nyawa sesamanya, bahkan bila perlu nyawa orangtuanya sendiri, serta para kerabat dekatnya, bilamana pandangan mereka tidak sejalan dengan ideologi para Teroris ISIS.

Mereka dapat dianggap kafir oleh para Teroris ISIS, dan oleh karena itu, darah dan nyawanya dianggap halal demi keyakinan para teroris dimaksud.

Kombatan ISIS sangat Berbahaya

Berawal mula dari pemberitaan di berbagai media di Tanah Air atas sinyalemen bahwa akan dipulangkannya WNI Eks ISIS ke Indonesia, maka tak ayal kabar itu telah menggemparkan hati nurani hampir seluruh publik di Tanah Air.

Hal ini, disebabkan karena pada saat yang sama, ketika membayangkan kehadiran para Kombatan ISIS di Tanah Air, publik seolah dihantui sacara traumatik dan merasa seperti sedang berada pada Pintu Gerbang Neraka di Dunia.

Analogi ini memang terasa amat hiperbolik, tetapi rasanya tidak berlebihan jika diperlihatkan beragam kekejaman dari para Teroris ISIS di berbagai Kamp Pengungsian di Timur Tengah, yang tampaknya tak sanggup untuk dibayangkan bila mana Kombatan ISIS itu berada di sekitar kita di negeri ini.

Apa lagi, adanya fakta dalam kenyataan bahwa, para Kombatan ISIS ini tidak lagi mengakui dirinya sebagai Warga Negara Republik Indonesia, dengan melakukan
sumpah setia kepada negara baru versi kelompok mereka, dengan berjuang sampai pada titik darah yang penghabisan.

Kemudian, para Kombatan ISIS ini juga sudah secara sadar dan yakin untuk menolak Ideologi Pancasila, serta pernah secara sadar dan sengaja serta secara sukarela bergabung dengan negara baru versi mereka yaitu Negara ISIS.

Kemudian, mereka juga secara sadar dan sukarela, berjuang dan memerangi negara lain untuk mendirikan negara versi mereka. Mereka berjuang dengan berbagai cara termasuk berperang dengan pihak manapun untuk mempertahankan negara yang mereka dirikan yaitu Negara ISIS itu sendiri.

Di samping itu, mereka juga secara sukarela bergabung dalam gerakan militer negara asing untuk memperjuangkan tujuan politik yang mereka usung dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Dan hal yang lebih mengenaskan adalah bahwa, mereka telah melucuti Identitas Kewarganegaraan Indonesia secara sadar dan sukarela dengan membakar Paspor Warga Negara Republik yang dimilikinya.

Memperhatikan berbagai hal tersebut di atas dan dengan mengacu kepada referensi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 rentang Kewarganegaraan, maka sudah jelas bahwa, mereka para Kombatan ISIS ini bukan lagi Warga Negara Republik Indonesia.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah harus tegas terhadap kelompok-kelompok yang berjuang untuk mengubah dasar negara kita Pancasila termasuk mereka para Kombatan ISIS yang secara tegas berideologi berbeda dan secara terang benderang menolak Ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahkan mereka telah menyatakannya dalam bentuk tindakan nyata, berupa pengkhianatan terhadap Negata Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila dengan bergabung bersama kelompok ISIS dan mendirikan negara sesuai dengan versi mereka.

Sehubungan dengan hal itu, maka sebagaimana dilaporkan oleh Gatra.Com (7 Februari 2020), diketengahkan bahwa, kita jangan mudah lupa dengan kekejian yang dilakukan kelompok mereka, baik yang terjadi di negara lain ataupun di negara kita Indonesia.

Berulang kali telah terjadi usaha keji yang dilakukan oleh kelompok mereka dengan menyerang warga sipil yang sedang beribadah bahkan melakukan penyerangan terhadap pihak berwajib.

Dengan demikian, maka dapat dibayangkan jika 600'an orang Kombatan ISIS itu kembali ke Indonesia, maka negara yang indah permai ini dengan masyarakat Indonesia yang ramah tamah dan riang gembira, penuh dengan sukacita ini, akan dapat menjadi bulan-bulanan para Teroris Kombatan Teroris ISIS itu.

Ditegaskan pula bahwa, siapa yang bisa menjamin keselamatan warga negara Indonesia ketika Badai Kombatan Teroris ISIS itu hadir dan melanda masyarakat Indonesia. Siapa pula yang bisa menjamin bahwa mereka telah insyaf dan kembali kepada Ideologi Pancasila dan hidup sesuai dengan tatanan sosial budaya dalam selimut Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika di negara Indonesia yang tercinta ini.

Jangan Biarkan Mereka Pulang

Ketika merebak berita wacana dan rencana kepulangan para Kombatan ISIS ke Tanah Air, sontak saja, semua pihak di negeri ini menolak dengan amat keras rencana kepulangan para Kombatan ISIS itu, tidak terkecuali Presiden Joko Widodo, meski penolakannya itu atas nama pribadi sebagai seorang Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagaimana diberitakan Kompas (6 Februari 2020), Presiden Joko Widodo mengatakan bawa, "Ya, kalau bertanya kepada saya (pribadi), saya akan bilang (tidak dipulangkan)" kata Jokowi (Rabu, 5/2/2020), di Istana Merdeka Jakarta, saat ditanya sikap pemerintah terkait pemulangan WNI eks NIIS.

Memperhatikan respson Presiden Joko Widodo atas wacana dan rencana kepulangan para Kombatan ISIS ke Tanah Air seperti itu, dapat menjadi semacam suatu sinyal dan indikasi kuat bahwa, memang rencana kepulangan mereka itu merupakan ancaman yang amat serius bagi ketenangan masyarakat Indonesia.

Meskipun sikap pemerintah bahwa, masih akan membahas persoalan itu secara cermat dalam Rapat Terbatas, tetapi rencana kepulangan dan memulangkan para Kombatan ISIS itu merupakan ihwal yang tidak dapat dianggap sebagai hal yang semestinya dilakukan.

Berkenaan dengan hal itu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto (2020), menilai bahwa Rencana Pemulangan 660 Kombatan ISIS itu bisa menjadi preseden buruk.

Oleh karena itu, upaya sebagian pihak yang memfasilitasi kepulangan bekas Kombatan ISIS itu dikuatirkan akan melegalisasi tindakan mereka, sehingga hal serupa akan dapat berulang terjadi di Tanah Air. Apa yang mereka lakukan telah menabrak konstitusi. Jika memulangkan mereka artinya, kita melegalisasi tindakan orang yang melakukan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan terhadap bangsa dan negara.

Diandaikan bahwa, kepergian mereka ke luar negeri dan bergabung dengan ISIS itu sebagai kesalahan fatal yang manusiawi, dan dianggap sebagai warga Negara Republik Indonesia yang sedang tersesat menuju ke jalan kebaikan dan kebenaran, maka sudah tentu kepulangan mereka patut difasilitasi oleh semua pihak karena mereka adalah Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akan tetapi, indakan para Kombatan ISIS itu memang sudah melampaui batas toleransi sebagai Warga Negara Indonesia dalam lingkup dan ranah Hak Asasi Manusia sekalipun.

Dikatakan demikian karena, tindakan mereka menabrak Konstitusi, dimana mereka bepergian ke luar negeri secara ilegal, membakar Paspor mereka sebagai Warganegara Indonesia, dan menyebut Indonesia sebagai Negara Kafir dan menolak Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Dengan demikian, maka sejak sekarang dan ke depan, semua pihak di Indonesia, terutama Pemerintah, harus bertindak tegas bahwa, orang yang sudah meninggalkan kewarganegaraan dengan merobek serta membakar Paspornya sebagai Warga Negara Indonesia dan menganggap Indonesia sebagai Negara Kafir, sebaiknya harus direlakan, dan biarkanlah mereka pergi, karena "Dunia ini tidak selebar Daun Kelor".


Goris Lewoleba
Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Dewan Pakar VOX POINT INDONESIA.
Source : https://www.kompasiana.com/goris26070/5e3fd05ed541df579a0b0db2/mewaspadai-badai-kombatan-isis-ke-indonesia

Monday, February 10, 2020

Kuda Troya dari Suriah


Tiga pukulan telak diterima ISIS: dua pada tahun 2017 dan satu pada tahun 2018. Pada tahun 2017, ISIS harus kehilangan ibu kota de facto-nya, Raqqa di Suriah utara dan kota “bersejarahnya” yakni Mosul, di Irak utara. Pukulan ketiga, pemimpin mereka yang mendeklarasikan dirinya sebagai Khalifah Ibrahim yakni Abu Bakr al-Baghdadi tewas di tangan tentara AS, 27 Oktober 2019.

Tak pelak lagi, tiga pukulan tersebut telah menghancurkan cita-cita ISIS untuk membangun sebuah kekhalifahan global. Karena daerah kekuasaan mereka pun satu per satu lepas dari genggaman.
[https://hatihatiradikalisme.blogspot.com/2020/02/kuda-troya-dari-suriah.html]
Mosul sangat berarti bagi ISIS. Kota yang terletak di Irak barat-laut, berdiri di sebelah barat Sungai Tigris berseberangan dengan kota yang zaman dahulu kala di zaman Assyria disebut Ninive yang ada di sebelah timur Sungai Tigris. Mosul adalah pusat perdagangan di Irak bagian utara, ladang minyak. Di kota ini juga ada pabrik semen, tekstils, gula, dan sejumlah industri lainnya, serta pasar bagi produk-produk pertanian. Dari Mosul, ada jaringan rel kereta api dan jalan raya yang menghubungkan dengan Baghdad, serta kota-kota Irak lainnya, dan kota-kota yang dekat dengan Suriah dan Turki. Mosul juga memiliki lapangan terbang.
Tentang kekhalifahan global ini diuraikan oleh Dr KH Ma’ruf Amin dalam “Seminar Nasional Fenomena ISIS bagi NKRI dan Islam Rahmatan Lil’alamin”, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2014. Ma’ruf Amin, menyatakan, para ulama dan pemimpin Islam banyak yang tidak setuju dengan cita-cita pendirian kekhalifahan Islam secara global. Karena menurut mereka cita-cita tersebut saat ini tidaklah realistis dan juga tidak ada justifikasinya dalam ajaran Islam. Saat ini umat Islam berada di setiap negara yang berbeda, yang masing-masing Negara mempunyai sejarah dan kebijakannya sendiri terkait umat Islam. Bahkan banyak dari para ulama dan pemimpin Islam yang secara sadar melakukan ijtihad untuk memperkuat negaranya masing-masing, seperti umat Islam di Indonesia.

Ketika sedang jaya-jayanya, tahun 2014, ISIS menguasai wilayah di Irak dan Suriah seluas 41.000 mil persegi dan memerintah lebih dari 11 juta orang. Mulai Oktober 2016, ISIS menguasai sembilan dri 14 provinsi di Suriah (A Review of ISIS ini Syria 2016 – 2019, Regional Differences and an Enduring Legacy The Carter Center Syria Project, March 2019). Sepak terjang ISIS mampu menarik lebih dari 40.000 petarung asing dari 120 negara (termasuk Indonesia). Selain itu juga memobilisasi lebih dari 25.000 orang baik dari Irak maupun Suriah.

Secara ekonomis, pada masa itu, ISIS mampu mencukupi dirinya sendiri dari minyak, pajak, penyelundupan, penjarahan, penculikan, dan pemerasan. Rata-tata setiap bulan pada tahun 2015 penghasilannya, menurut “The Washington Institutefor Near East Policy”, mencapai 70 juta dollar AS

Akan tetapi, menurut Mattisan Rowan dalam ISIS After the Caliphate (28 November 2017), sejak November 2017, ISIS berantakan setelah kehilangan 98 persen daerah kekuasaanya. Lebih dari 60.000 petarungnya tewas dan lebih dari 130 pemimpin diakhiri hidupnya. Dan, pendapatan ISIS juga merosot — menjadi 16 juta dollar AS sebulan pada 2017. ISIS kehilangan dua “harta” terpentingnya: Mosul, kota terbesar kedua di Irak pada bulan Juli dan Raqqa, ibu kota de facto ISI yang terletak di Suriah bagian utara.
Karena itu, ketika pada tahun 2014, ISIS berhasil merebut dan mengusai Mosul—yang kemudian dijadikan pusat kekuasannya dengan Abu Bakr al-Baghdadi yang menyatakan dirinya sebagai Khalifah Ibrahim—oleh Oleh Lina Khatib dalam What the Takeover of Mosul Means for ISIS (2014), disebut sebagai kemenangan moral dan taktis bagi ISIS. Akan tetapi, waktu itu, Lina Khatib sudah memperingatkan negara-negara Barat dan Arab untuk mengubah kebijakan mereka atas Suriah dan Irak, sebelum bola salju ISIS berubah menjadi teroris internasional. Yang disampaikan Lina Khatib menjadi kenyataan. Dari kota ini, tangan-tangan ISIS menggerayangi Irak dan kemudian Suriah; menebarkan kematian. Tetapi, dari kota ini pula ISIS menarik para petarung dari berbagai negara di dunia ini, termasuk dari Indonesia.

Dengan berhasil merebut Mosul—yang merupakan kemenangan taktis penting—ISIS memiliki akses untuk mendapatkan uang lebih banyak. Menurut berita yang beredar ketika itu, mereka lalu menyerbu bank sentral di kota itu dan menjarah uang negara senilai lebih dari 400 juta dollar AS. Mereka juga berhasil merebut kendaraan lapis baja dan senjata dari tentara Irak. Dan, banyak lagi lainnya yang membuat mereka makin kuat dan percaya diri untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya dengan jalan kekerasan. Namun, tahun 2017, kekuatan mereka di Mosul, berakhir sudah.

Sementara Raqqa, di Suriah bagian utara, dikuasai ISIS pada bulan Maret 2013. Meskipun Raqqa, mungkin secara strategis tidak begitu penting bagi ISIS, seperti daerah-daerah lainnya, akan tetapi, direbutnya kembali kota itu oleh milisi dukungan AS, tetap merupakan pukulan bagi ISIS. Sebab, Raqqa adalah simbol bagi ISIS yang telah menjadikan kota itu sebagai ibu kota de facto kelompok bersenjata ini. Raqqa menjadi pusat pemerintahan, pengadilan, dan biro-biro resmi ISIS. Tetapi, kepemimpinan tertinggi tidak di kota ini, dan perumusan strategi dan kebijakan ISIS juga tidak di kota ini. Meski demikian, hilangnya Raqqa dari genggaman tangan kekuasaan mereka tetap dapat dikatakan bahwa “proyek kekhalifahan” ISIS yang dimaklumkan di Mosul pada Juni 2014, menemui titik nadir.

Bagaikan Lebah

Ketiga peristiwa (pukulan) itu yang telah menjadikan para anggota ISIS bagaikan lebah yang dihancurkan sarangnya. Mereka terbang ke segala penjuru; dengan membawa serta sengatnya yang berada di ujung pantatnya. Karena itu, menurut Lina Khatib, ISIS akan mengikuti jejak al-Qaeda setelah digempur habis-habis oleh AS dan pemimpin mereka, Osama bin Laden, dibunuh. Mereka membentuk franchises al-Qaeda, di berbagai tempat, negara dan masing-masing menentukan prioritasnya sendiri-sendiri. Artinya, narasi melakukan serangan balasan, dalam berbagai bentuk, cara, dan kekuatan, tetap masih tetap hidup.

Apalagi, menurut perkiraan Pentagon, dua wilayah kedua negara itu—Suriah dan Irak—ISIS meski sudah hancur-hancuran masih memiliki kekuatan antara 14.000 hinggga 18.000 anggota, yang 3.000 orang di antaranya adalah petarung asing (The Christian Science Monitor, 28 Oktober 2019), termasuk dari Indonesia.

The International Center for the Study of Radicalisation (ICSR) di King’s College London memperkirakan bahwa 41.480 orang–termasuk 4.761 wanita dan 4.640 anak-anak–dari 80 negara berafiliasi dengan ISIS. Beberapa tewas karena yakin akan ide-ide mereka. Yang lain berubah pikiran dan berhasil pulang untuk menghadapi keadilan. Orang asing yang bertahan dan bertahan sampai akhir, sampai ISIS berhasil dibabat. Mereka ini adalah pendukung ISIS yang paling bersemangat. Anak-anak di bawah umur dari luar Suiah dan Irak, menurut para peneliti, “memiliki komitmen ideologis dan keterampilan praktis untuk menimbulkan potensi ancaman saat kembali ke negara asal mereka” (The Christian Science Monitor, 26 April 2019).

Dan seperti al-Qaeda sebelumnya, ISIS juga kemungkinan akan meningkatkan pendukungnya di seluruh dunia untuk terlibat dalam serangan oportunistik sebagai cara untuk menegaskan kehadirannya. Ini menjadi semakin mungkin karena ISIS sering menggunakan serangan oportunistik seperti itu sebagai cara untuk mengkompensasi hilangnya wilayah di Irak dan Suriah. Mereka akan tetap menggunakan sosial media untuk terus berkampanye termasuk merekrut para petarung baru.

Peringatan akan tetap adanya ancaman dari ISIS setelah kehancurannya di Suriah dan Irak, pernah disampaikan oleh Direktur Dinas Keamanan Federal (FSB) Rusia Aleksandr Bortnikov (RT, 4 Oktober 2017). Menurut Bortnikov, mereka bergerak ke luar Suriah dan Irak, dan kemudian membangun pijakan di Afganistan. Dari Afganistan mereka meluaskan jangkauan tangannya ke India, China, Iran, dan Asia Tengah. Selain itu juga ke Yaman, Afrika, dan Asia Tenggara.

Ancaman ISIS, menurut Bortnikov tidak hanya pada dunia nyata, melainkan juga online, maya. Selain terus menyebar-luaskan propaganda dan merekrut pengikut-pengikut baru, mereka juga membentu “divisi-divisi cyber” baru, yang dapat digunakan untuk menyerang infrastruktur-infrastruktur penting.

“United States Institute of Peace Woodrow Wilson Center” (Desember 2016/Januari 2017) mengungkapkan, pada bulan November 2016, Baghdadi secara khusus menyerukan kepada “tentara-tentaranya” di luar Irak dan Suriah untuk bergerak dan bertindak di Aljazair, Semenanjung Arabia, Bangladesh, Kaukasus, Mesir, wilayah Khorasan (Afganistan dan Pakistan), Libya, Filipina, Sinai, Somalia, Tunisia, Afrika Barat, Yaman, dan Indonesia.

Seruan aksi tersebut merupakan bagian dari lima proses untuk menguasai wilayah dan membangun negara, kekhalifahan versi mereka. Kelima proses itu, menurut majalah Dabiq (yang pertama kali diterbitkan oleh ISIS pada bulan Juli 2014) antara lain membangun basis-basis gerakan di negara-negara lemah, merekrut anggota-anggota baru, dan menciptakan khaos. Slogan perjuangan mereka, mengutip pidato Baghdadi menanggapi seruan pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahari agar ISIS meninggalkan Suriah, yakni “baqiya wa tatamaddad”, abadi dan meluas.

Hal itu yang oleh Rohan Gunaratna (January 2018) disebut sebagai desentralisasi ISIS. Pusat gravitasi mereka beralih dari Irak dan Suriah ke berbagai negara: Libya (Barqa, Fezzan, dan Tripoli), Mesir (Sinai), Yaman, Aljazair (Al-Jazair), Nigeria (Gharb Iriqiyyah), Afganistan/Pakistan (Khorasan), Kaukasus Rusia (Qawqaz), dan Divisi Asia Timur (terutama Filipina). Dengan langkah itu, ISIS telah mentransformasikan diri dari “entitas yang membangun kekhalifahan menjadi gerakan teroris global.” Langkah tersebut dilakukan untuk mengkompensasi kekalahan dan kehilangan territorial mereka di Irak dan Suriah. Karena itu, melakukan langkah perluasan secara global baik secara fisik (wilayah) maupun cyber.

Kiranya diskursus tentang “pemulangan eks ISIS” diletakkan dalam konteks gerakan global mereka, ISIS. Ini sangat penting, dari pada nanti kita akan mengalami nasib seperti rakyat Troya dalam mitologi Yunani, yang harus menerima kehancuran karena kecerdikan orang-orang Yunani yang membuat dan meletakkan patung kuda ukuran raksasa dari kayu yang di dalamnya diisi tentara Yunani. Mereka menanggap bahwa patung kuda itu kosong; menganggap bahwa ISIS sudah mati di Suriah dan Irak. Ternyata, anggapan dan keyakinan itu salah. Ketika kuda dimasukkan ke kota Troya, hancurlah sudah kota itu oleh pasukan Yunani. ***
[https://hatihatiradikalisme.blogspot.com/2020/02/kuda-troya-dari-suriah.html]
Source : https://triaskun.id/2020/02/09/kuda-troya-dari-suriah/

Thursday, February 6, 2020

250 Perempuan Irak Digorok ISIS karena Menolak Jadi Budak Seks


Sebanyak 250 perempuan Irak yang kukuh mempertahankan harga dirinya, digorok oleh ‘kelompok penjahat’ Negara Islam di Irak dan Suriah.

Mereka dihabisi karena menolak menjadi budak seks atau wanita bergilir bagi para penganut ideologi kekerasan dan kekejaman, yang acap bertindak melampaui malaikat pencabut nyawa.

Situs berita Daily Mirror, Kamis (21/4/20106) sore, melaporkan, para perempuan itu tetap tegar meski algojo-lagojo ISIS sedang bersiap dengan pisau untuk menggorok leher mereka.

Tidak ada kata menyerah. Lebih baik mati bersimbah darah, daripada melihat wajah-wajah bengis menggilir mereka saban hari untuk memuas hasrat seks.

Para perempuan pemberani itu dibantai secara keji di Mosul, kota terbesar kedua Irak yang terletak di bagian utara negara itu. Mosul sedang dalam kekuasaan ISIS.

“Sedikitnya 250 perempuan Irak telah dieksekusi oleh militan ISIS, karena mereka menolah menjadi budak seks,” tulis Daily Mirror mengutip propaganda ‘gerombolan penjahat’ itu.

Para perempuan dihadapkan pada dua pilihan, yakni menerima tawaran ‘kawin kontrak’ atau ‘dieksekusi’.  Mereka tegas menolak pilihan pertama dan lebih baik mati dengan cara apapun.

Berbagai laporan tentang ‘kawin kontrak’ ala ISIS. Istilah itu merujuk suatu waktu tertentu. Bisa untuk seminggu hingga beberapa bulan dan setelahnya perempuan digilir ke militan lain.

Seorang juru bicara untuk Partai Demokrasi Kurdi, salah satu kekuatan yang bertempur melawan ISIS di Irak, mengatakan, "Sebanyak 250 anak perempuan telah dibantai ISIS.”

Juru bicara bernama Sain Mamuzini itu mengatakan, ketika ISIS menguasai masuk Mosul, militan mendatangi setiap keluarga yang memiliki anak gadis.

Di setiap rumah atau keluarga, militan ISIS memaksa keluarga gadis-gadis itu untuk menerima tawaran “jihad seksual”.

Juru bicara Kurdi itu mengatakan, jika gadis-gadis itu menolak ‘untuk menerima praktek jihad seksual’ mereka dieksekusi.  “Kadang-kadang keluarga gadis-gadis itu juga dieksekusi karena menolak untuk memenuhi permintaan ISIS,” kata Mamuzini.

Para pejabat mengatakan, wanita yang tinggal di Mosul diperlakukan sebagai komoditas. ISIS melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara rutin.

Menurut Surchi, wanita tidak diizinkan untuk pergi keluar sendirian di Mosul dan tidak dapat memilih pasangan mereka.

Eksekusi terhadap 250 gadis muda dan dewasa itu terjadi menyusul serangkaian pembunuhan serupa yang terjadi Agustus lalu saat 19 wanita Mosul dibantai karena menolak untuk berhubungan seks dengan pejuang ISIS.

Hingga 500 perempuan dan anak perempuan Kristen Yazidi diculik dan mengalami pelecehan seksual oleh militan pada Agustus tahun 2014.

Pada Oktober lalu, lebih dari 500 perempuan dan gadis remaja Yazidi  diculik dan dipaksa memeluk Islam garis keras itu saat ISIS menyerang wilayah Sinjar, Irak utara. Mereka dipaksa menjadi budak seks.

Salah satu budak seks yang melarikan diri, Nadia Murad, mengisahkan kekejian ISIS saat membunuh enam saudaranya dan ibunya.   Ia telah kabur ke Turki. ISIS mulai menguasai Mosul pada Juni 2014.

Presiden AS Barack Obama pada hari Senin (18/4/2016) memberi harapan kepada warga Irak  bahwa Mosul bisa direbut kembali dengan segera.

“Saya berharap di penghujung tahun ini, kami bisa menciptakan kondisi di mana Mosul akan jatuh kembali (ke tangan kita),” kata Obama.

https://internasional.kompas.com/read/2016/04/22/07221201/250.Perempuan.Irak.Digorok.ISIS.karena.Menolak.Jadi.Budak.Seks
==========
Gak ada kesan penyesalan atau rasa bersalah setelah 4 tahun keluar dari UK utk mengikuti isis di Suriah.

Ini ttg Shamima Begum yg ditolak mau kembali ke UK.